Obrolan
Pertama
Karya: Shela Damayanti
Setiap hari aku
selalu meluangkan hariku untuk melihatnya, aku senang selalu bisa melihatnya
setiap hari walau mungkin ia tak pernah menganggapku ada di sekitarnya. Aku
selalu ingin bisa memberanikan diri untuk berbicara padanya, walau kami satu
kelas selama 3 semester, ia tak pernah berbicara padaku satu kata pun, itu yang
semakin membuatku merasa ia tak pernah menganggap aku ada. Ada kalanya aku
selalu ingin terlihat olehnya sampai-sampai aku bekerja keras meningkatkan
nilaiku sampai menjadi juara kelas hanya agar terlihat olehnya. Kadang aku
merasa heran apa ia benar-benar tak mengenalku atau hanya pura-pura tak
mengenalku, bahkan teman-temannyapun mengenalku kenapa ia tidak?
Suatu hari aku
tak tahu itu mimpi atau nyata ia benar-benar berbicara padaku, jujur itu hal
yang ku tunggu selama 3 semester kulalui sekelas dengannya.
“hai Gis.”
Sapa Fiko padaku.
Namaku Giska orang yang telah menyukai Fiko selama 3 semester, Aah
tapi aku hanya menjadi secret at mayer nya.
“hh ha..hai juga, kenapa?” jawabku
“gak papa Cuma pengen nyapa aja” kata
Fiko. Ia terlihat malu tapi, akulah yang jauh lebih malu saat itu ditambah lagi
saat aku melongo di depannya, rasanya aku ingin lari agar ia tak melihatku
bertingkah seperti itu, Aish.. malu...malu..malu...
“Ohh.. tumben kamu nyapa aku biasanya gak pernah”
“gak boleh ya?” ia
mengerutkan dahinya sepertinya ia kecewa dengan suasana percakapan pertama yang
membosankan itu.
“boleh kok malah boleh banget, aku kira kamu benci sama aku”
“ enggak kok, kenapa kamu berfikir gitu?”
“ya kan kamu ngomong satu kata sama aku aja gak pernah, aku heran
aja” aku
menjelaskan yang kufikirkan selama ini tentangnya, tapi sebenarnya selain itu
ada yang lain yang mengganjal fikiranku.
“gak usah heran, aku aja bingung kenapa aku gak pernah ngomong sama
kamu”
“kok bisa?”
“ya gitu deh” fiko gugup menjawabnya, mungkin aku terlalu
agresif pada obrolan pertama itu, karna aku begitu senang ia mau berbicara
padaku.
Obrolan pertama
kami itu tak kan pernah kulupakan satu kata pun, anggap saja itu kenangan
terindah masa lalu yang akan selalu mengingatkanku tentang dia saat kami
berpisah nanti. Setelah beberapa minggu aku sudah merasa obrolan kami mulai tak
kaku lagi, fikiranku tentang fiko yang COOL dan jutek sudah hilang, ternyata ia
orang yang Hangat dan ramah kalau kita sudah mengenalnya degan baik.
Hari demi hari
kedekatan kami sudah layaknya pasangan kekasih, tapi tiba-tiba ia berubah,
entah apa yang telah terjadi padanya, aku bingung apa ada yang salah dengan ku?
namun aku masih saja menunggunya dengan harapan ia menyatakan cinta padaku,
walaupun sekarang itu hanya harapan semata, karna sikapnya yang mulai menjauh
membuat ku bingung apa ia sudah bosan dan tak mau dekat lagi denganku,
sampai-sampai hari ini hari kelulusan kami, kami masih dalam jarak yang jauh,
apa sebenarnya sebab ia menjauh dariku? Apa ia kembali ke sifatnya semula yang
selalu mengabaikanku?
“Fiko, tunggu...!!!”
teriakku memanggilnya
“ada apa Gis?”
ucapnya
“kamu mau lanjut sekolah dimana?”
tanya ku,
sebenernya aku berharap kita bakalan satu sekolah lagi agar aku bisa
memperjuangkan cintaku lagi
“kenapa emamg?”
“Cuma nanya aja kok, gak papa kok kalo gak mau jawab” kataku.
“aku mau sekolah di SMA Harapan, kalau kamu sendiri?” jawabnya.
Hah dia benar-benar tidak satu sekolah denganku seperti yang ku
harapkan.
“aku ke SMA Jaya”
“yaudah ya Gis aku mau pulang”
“iya hati-hati”
“sip” kata itu yang terakhir kali kudengar darinya.
Hari ini mungkin hari yang mengecewakan, perpisahan itu benar-benar
seperti yang sudah kuduga sebelumnya.
Tiga tahun
berlalu, dan hari ini hari pertamaku masuk universitas. Hari ini pertama OSPEK
aku benar-benar membenci hari Ospek seperti ini, sungguh melelahkan. Banyak
cinta yang datang, banyak pria yang datang tapi orang yang sebenarnya ku tunggu
hanya Fiko cinta yag ku tunggu hanya dia, aku benar-benar ingin bertemu
dengannya, aku sangat merindukannya.
Untuk mengakhiri
kegiatan hari ini kami dibagi menjadi beberapa kelompok Ospek untuk kegiatan
besok yang merupakan hari terakhir Ospek, aku dimasukkan ke dalam kelompok
matahari, hanya ada satu orang yang ku kenal disana dari sekian banyak
mahasiswa Ospek yaitu Wina temankku semenjak SMP. Tapi masih satu orang lagi
yang tak ku kenal masuk kelompok kami, tapi hari ini dia tidak masuk karena
sakit namanya sama dengan seseorang yang kurindukan yaitu Fiko, itu akan
benar-benar membahagiakan kalau Fiko yang dimaksud adalah Fiko Razekha teman
SMP ku.
Huuh, Terus mengharapkan dia adalah keputusan yang melelahkan, terus
memikirkan dia adalah pilihan yang muncul secara spontan, terus merindukan dia
adalah hal yang membingungkan. Aku tak bisa mengelak lagi, takdir mungkin sudah
mulai menentukan.
“ Win menurut kamu Fiko yang dimaksud Fiko Razekha temen kita SMP
bukan?” tanyaku.
“kok kamu berfikir itu dia?” tanya Wina
“ya enggak, tapi hati ku bilang itu dia, apa Cuma karna aku pengen
banget ketemu dia makanya mikir gitu”
sanggahku.
“bisa jadi gitu, emang kamu bener-bener
masih suka sama dia?”tanya
Wina
“jujur aja iya win, walaupun aku udah mencoba cari cinta yang lain
tapi masih aja ujung-ujungnya inget dia juga” jawabku.
{ Jujur adalah pilihan utama dibanding dengan kebohongan, karena
kebohongan akan terus membelenggu kalau kita tak bisa menerima apa yang sudah
ditentukan untuk hidup kita, terseret dalam satu kebohongan akan membuat kita
hanyut didalamnya, begitu pula dengan gengsi, pencitraan dan sebagainya itu
yang akan membuat kita terjerumus dalam kebohongan yang akan disesali setelah
orang yang disayang pergi menjauh. }
“ya kalau kamu pengennya itu bener-bener Fiko Razekha, aku doa in
aja deh semoga aja itu bener terjadi” kata
Wina
“ moga-moga aja deh win, tapi apa dia masih inget sama aku?” jawabku. Sejuta pertanyaan akan terlontar ketika aku bertemu
dengannya nanti, tapi apa aku bisa bertemu dengannya? Apa aku bisa berani
melemparkan pertanyaan-pertanyaan itu padanya nanti saat pertemuan kami? Entahlah itu sangat membingungkan bagiku.
“gak usah banyak ’tapi’ deh, yang penting kan kamu bisa liat
dia dan bisa ngurangin rasa kangen kamu”
“iya juga sih, ngapain mikirin hal yang belum terjadi, belum tentu Fiko
yang di maksud Fiko Razekha”
“udah deh pulang aja yuk!”
“yaudah deh ayo”
Keesokan harinya
aku berangkat ke kampus bersama Wina, aku penasaran dengan Fiko, apa emang
bener itu Fiko Razekha? bagaimana kalau itu bukan Fiko Razekha? apa aku akan
sangat kecewa karena telah begitu mengharapkannya? Haah, kebingungan
itu selalu tiba-tiba muncul bila menyangkut tentang Fiko Razekha. Mengapa
melupakannya begitu sulit? Apakah Move On sesulit itu?
“Giska...Giska..”
teriaknya dengan nafas terengah-engah
“kenapa?”
jawabku
“A...A..Ak..Aku liat dia” jawabnya gugup
“iya liat siapa?”tanya
ku lagi
“Fiko siapa lagi”
jawabnya
“mana? Apa dia Fiko Razekha?” tanyaku semakin penasaran
“kamu liat aja deh sendiri”ia sembari menunjuk laki laki di depan gerbang
Seketika aku
tercengang, aku terdiam seribu bahasa, apa aku bermimpi? Atau mimpi ini sudah
tercapai? Aku bingung tak bisa berkata apa-apa, dia benar-benar Fiko Razekha,
seperti yang ku harapkan.senyum itu membuat aku kedua kalinya jatuh cinta pada Fiko, tapi semoga ia tak
pergi untuk kedua kalinya.
Jam istirahat
telah tiba aku terus mengikuti Fiko dari kejauhan, karna aku ingin sekali
berada didekatnya. Tiba-tiba sesosok laki-laki menghampiriku, aku terhentak
kaget dibuatnya, dan yang lebih membuatku syok dia adalah Fiko, aku malu
ketahuan olehnya.
“hai Gis”
sapanya. Sapaan itu seperti tak asing bagiku, aku ingat kata itu ia ucapkan
saat pertama kalinya ia mau berbicara padaku. Apa akan terulang lagi kejadian
masa lalu?
“hai juga, lama gak ketemu?” ucapku gugup ditambah malu karna ketahuan aku mengikutinya.
“iya, kira-kira sekitar 3 tahun ya, seneng banget bisa ketemu kamu
lagi” kata Fiko. Haah,
kata itu tak kusangka bisa terucap dari bibirnya, nyata atau tidak aku masih
ragu.
“gak salah tuh, bukannya dulu kamu jauhin aku?”
“itu sebenernya keadaan yang maksa aku kaya gitu sama kamu”
“kok gitu?”
“iya, kamu tahu
Rey sahabat aku nggak?”
“iya tahu, kok
malah ngomongin dia sih?”
“dia dulu suka
sama kamu”
“ohya, terus
apa hubungannya sama kamu ngejauhin aku?”
“aku dulu
sebenernya suka sama kamu, tanpa kamu harus jadi juara satu pun aku masih tetep
suka sama kamu Gis, tapi karna Rey suka sama kamu aku ngejauh aku gak mau
saingan sama sahabat aku sendiri” jelasnya. Panjang kali lebar penjelasannya
tapi itu tak membuatku mengerti dengan keadaan, mengapa nasibku seperti itu,
berarti cinta itu tertunda selama 3 tahun ini karna Rey.
“Ow karna itu
kamu ngejauhin aku?
“iya, bahkan
aku belum bisa lupain kamu”
Sejenak aku diam aku tak tahu harus senang atau sedih, tapi itu
benar-benar mengejutkanku, lagi-lagi
bingung menghampiriku.
“apa kamu mau jadi pacar aku? Mungkin ini telat tapi aku
benar-benar masih suka sama kamu”
“tapi aku masih takut kamu bakal pergi dari aku lagi”
“aku gak bakal nglakuin itu lagi”
“ya udah, aku mau jadi pacar kamu”
Akhirnya aku
dan Fiko berpacaran seperti yang ku inginkan sejak 3 tahun yang lalu, aku
benar-benar senang, ceritaku kini berakhir bahagia, tapi entah bagai mana
cerita kisah cintaku nantiny aku masih belum tahu, tapi semoga kebahagiaan
selalu berada diantara kami.
Cinta itu tak
mengenal waktu, walau kita hanya bisa menunggu tapi kalau cinta itu memang
cinta sejati takakan ada kata lelah saat menunggunya, cinta itu tak pernah
lupa, berapapun waktu yang telah dilalui jika takdir memilih dia untuk menjadi
pesangannya kita tak akan pernah bisa melupakannya dan saat ia kembali pasti
rasa cinta itu juga ikut kembali membuntutinya.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar